Dekonstruksi Teknologi Informasi

Sunday, May 29, 2005

Weekly Review: Cintanya Teror Cinta.....

Minggu , 29/05/2005 10:45 WIB
Weekly Review: Cintanya Teror Cinta.....
Penulis: Donny B.U. - detikInet

Jakarta, (Weekly Review) Celaka, neror itu (makin) gampang! Tidak perlu lagi susah payah menyiapkan bom (beneran), baik yang sekelas molotov ataupun TNT. Dengan sekedar menekan beberapa tombol pada keyboard ataupun ponsel, maka siapapun kini bisa menjadi teroris! Teror di ujung jari tersebut bahkan dilakoni untuk soalan sepele seperti cinta tak terbalas, hingga urusan politik.

Khusus untuk Internet Dengan jumlah pengguna di dunia per 31 Maret 2005 yang mencapai 888 juta orang (13,9% total penduduk dunia), dengan tingkat pertumbuhan pengguna rata-rata sebesar 146,2% per tahun (sumber: InternetWorldStats), maka bukanlah isapan jempol belaka apabila media baru ini dipercaya sebagai salah satu sarana aksi distribusi dan diseminasi informasi yang cespleng, langsung ke sasaran. Termasuk didalamnya, aksi neror!

Gandrungnya penduduk dunia maya dengan teror, setidaknya bisa digambarkan pada hasil pencarian di situs pencari Google.com. Terdapat sekitar 44.900.000 informasi di situs tersebut, jika kita memasukkan kata "terror". Angka tersebut jauh mengalahkan hasil pencarian atas "porn" yang hanya 36.300.000 dan "nude" dengan hasil 26.800.000 saja.

Teror Pecinta

Masih ingat berita tentang seorang teroris cinta yang "terpaksa" menebarkan aksinya lantaran patah hati akan ditinggal pacarnya menikah di AS? Aksi keblinger yang dilakukannya dengan mengirimkan e-mail ancaman bom ke sebuah sekolah di Virgina, AS, tempat (mantan) pacarnya tersebut bekerja dan menemukan cinta yang baru.

Kontan saja, e-mail tersebut membuat kepanikan para guru dan siswa sekolah tersebut, sehingga mereka terpaksa diliburkan sementara dan membuat sibuk aparat kepolisian setempat. Tak banyak cingcong si teroris cinta yang melakukan aksinya dari warnet di bilangan Blok M dan Bintaro tersebut dicokok oleh polisi Indonesia setelah mendapatkan informasi dari polisi AS.

Anda ingin contoh lain bagaimana sebuah teknologi komunikasi dapat "memperlancar" aksi teror pecinta yang lagi kasmaran? Pada pertengahan Januari silam, seorang perempuan yang tengah mabuk asmara mengirimkan ancaman bom ke kedutaan Inggris dan Thailand via SMS ke nomor info teroris milik Polri.

Tujuannya simpel saja, mencegah pacarnya yang bertugas sebagai polisi pengamanan di kedutaan besar (kedubes) Thailand untuk pulang kampung ke Ngawi - Jawa Timur tanpa dirinya.

Pecinta Teror

Selain melalui SMS seperti di atas, aksi teror terhadap kedubes negara asing ternyata juga dimainkan melalui Internet. Berseliwerannya informasi aksi teror melalui e-mail, ternyata cukup ambuh untuk membuat suatu negara ketar-ketir. Bahkan AS, negara pentolan "pengusaha dan penguasa" Internet di dunia, terpaksa keok juga ketika harus berhadapan dengan teror melalui e-mail. Walhasil, terpaksa kedubesnya di Indonesia untuk sementara ditutup baru-baru ini.

Belum lagi soal terungkapnya sebuah situs yang beralamat di http://www.istimata.co.nr/ yang diindikasikan milik Brigade Istimata International, yang menggunakan bahasa Indonesia. Konon, Istimata adalah nama sebuah kelompok "pecinta teror" yang ditemukan dalam notebook Imam Samudra, salah seorang pelaku peledakan bom Bali beberapa tahun silam.

Dengan dilengkapi denah lokasi dan petunjuk pelaksanaan (juklak), maka bukan tidak mungkin situs inilah yang menjadi salah satu alasan utama mengapa AS menutup kedubesnya. Meskipun hingga belum dapat dibuktikan kesahihan situs tersebut, apakah kontennya serius atau sekedar "guyonan sarkasme" politik.

Lah kalau memang begitu, apa nggak malah repot nantinya? Bisa-bisa akan banyak kedubes yang tutup di berbagai negara jika siapapun kini melalui Internet bisa membuat aksi-aksi teror, dengan cara membuat semacam denah-denahan dan juklak-juklakan di situs antah-berantah.

Cyber Terrorism

Mungkin, beberapa contoh diataslah yang saat ini lebih cocok untuk disebut sebagai cyber terrorism. Ketika lebih banyak orang melakukan analisis dan persiapkan diri dalam memperkuat pertahanan infrastruktur jaringan telekomunikasi dan Internet, di sisi lain ternyata masih sedikit yang paham bahwa dari sisi non infrastrukturlah, dalam hal ini adalah konten, yang memiliki daya perusak lebih besar.

Dengan memahami sedikit saja strategi information warfare, bermain pada tataran psikologis dan komunikasi massa, maka sebaris informasi sms pada layar ponsel ataupun sebuah halaman situs Internet pada layar komputer, akan memiliki kemampuan untuk melakukan aksi teror, entah dengan alasan cinta ataupun politis.

Dan sayangnya, dampak dari aksi teror terkadang tidak pandang bulu dalam memilih korban dan efek sampingnya. Pelaku yang kemudian menjadi stres, ancaman hukuman seumur hidup, guru dan murid sekolah yang panik serta kedubes yang terpaksa ditutup, hanyalah bagian kecil dari aksi teror "kecil-kecilan" melalui Internet dan SMS.

Selain memang sepatutnya berharap tidak akan ada aksi teror versi "besar-besaran"-nya, kita juga perlu mawas diri agar tidak semakin merebak pula aksi dan legalisasi penyensoran dan penyadapan informasi, atas dasar apapun, pada konten-konten di Internet dan ponsel kita. Kecuali kalau Anda memang seorang teroris (atau koruptor)!


Sumber naskah asli: http://www.detikinet.com/

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home