Dekonstruksi Teknologi Informasi

Monday, August 15, 2005

Weekly Review: Anda Pedjoeang Informasi atau Cuma Cecunguk?

Senin , 15/08/2005 01:10 WIB
Weekly Review: Anda Pedjoeang Informasi atau Cuma Cecunguk?
Penulis: Donny B.U. - detikInet

Jakarta, (Weekly Review). 60 tahun Indonesia merdeka! Bebas dari kolonialisme bangsa asing penggemar rempah-rempah hingga yang mengaku-aku sebagai saudara tua. Toh banyak yang yakin bahwa yang kita menangkan pada 1945 adalah baru memenangkan 'pertempuran' (battle), bukan 'perang' (war) itu sendiri. Masuk akal juga, mengingat bahwa hingga kini kita masih 'bertempur' melawan berbagai bentuk 'penindasan' oleh bangsa asing.

Kata orang bijak, untuk berjaya dalam perang, dibutuhkan sekian banyak kemenangan, dan mungkin saja, beberapa kekalahan dalam pertempuran. Ketika 17 Agustus 1945 adalah puncak dari pertempuran yang berhasil dimenangkan dengan menggunakan bambu runcing dan senjata hasil pampasan, maka pertempuran yang terjadi kini harus dihadapi dengan penguasaan dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Dan, ternyata kita masih tergagap-gagap ketika kolonialisme gaya baru mengedepankan informasi sebagai alat perangnya. Buktinya, kita menjadi seperti dipasangi kacamata kuda ketika Singapore Technologies Telemedia (ST Telemedia) menawarkan diri untuk membeli 41,94% saham PT Indosat Tbk beberapa tahun silam. Padahal beberapa bulan setelah itu saat rapat umum pemegang saham Indosat, ST Telemedia menerima pembagian laba (dividen) yang nilainya hampir sama dengan nilai nominal waktu membeli saham Indosat.

Akui sajalah, kita ternyata tak cukup punya bekal informasi untuk secara gigih mempertahankan Indosat. Dan memang, negara serumpun kita tersebut lebih piawai dalam utak-atik informasi, dan 'membeli Indonesia'. Mungkin Anda juga sudah tahu bahwa 35% saham PT Telkomsel juga telah lama dikuasai oleh Singapore Telecommunication (Singtel).

Yang jelas, baik STT maupun Singtel adalah perusahaan yang bernaung dibawah Temasek, sebuah perusahaan holding di Singapura. Temasek menguasai 63% saham Singtel dan 100% saham ST Telemedia. Dan jangan lupa, Temasek juga menguasai secara langsung 56% saham Bank Danamon dan 28% Bank Internasional Indonesia (BII).

Saya pun sempat heran ketika sahabat saya di Telkom bercerita tentang institusinya sebagai 'national flag carrier'. National flag carrier apa? Lah wong 46% saham Telkom telah dimiliki oleh para pemodal asing kok!

Politik

Bicara soal TIK itu sendiri, maka tampaknya Indonesia pun belum 'merdeka-merdeka amat' setelah 60 tahun proklamasi dikumandangkan. Penetrasi telepon tetap baru pada kisaran 10 juta satuan sambungan telepon (sst), jumlah nomor telepon selular (ponsel) yang aktif sekitar 30 juta, pengguna Internet yang baru berjumlah 15 juta orang, dan penetrasi komputer yang baru mencapai 9 juta unit. Adapun jumlah penduduk Indonesia pada Juli 2005 diperkirakan mencapai 230 juta jiwa.

Maka semakin beratlah perjoeangan kita saat ini, ketika salah satu djenderal perang kita, yaitu Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Dirjen Postel) Basuki Yusuf Iskandar, baru-baru ini menyatakan bahwa dirinya agak 'emoh' dengan Internet karena takut 'kesambet' berbagai konten negatif dan pornografi yang ada didalamnya. Alamak!

Ketika para djenderal perang keblinger, maka saya menjadi mafhum ketika banyak para 'soldadu lapangan' kemudian beralih ke jalur politik untuk memperjoeangkan aspirasinya. Sebutlah semisal Roy Suryo dan Heru Nugroho (mantan Sekjen Asoasiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia - APJII) yang belum lama berselang mendeklarasikan bergabungnya diri mereka ke Partai Demokrat.

Kemudian masih segar dalam ingatan kita ketika Mas Wigrantoro Roes Setiyadi (kini Ketua Masyarakat Telematika - Mastel) menjadi salah satu calon legislatif DPR-RI pada Pemilu 2004 silam dari Partai Bintang Reformasi, bersama dengan Rudy Rusdiah (kini Ketua APW Komitel) dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.

Sepanjang berpolitik untuk memperjuangkan kepentingan bangsa melalui penguasaan dan pemanfaatan TI, itu tak masalah. Lain halnya jika TI hanya digunakan sebagai sarana berpolitik demi kepentingan yang sempit dan naif, mari kita ganyang ramai-ramai.

Dotcom

Satu hal lagi, coba Anda ketikkan 'indonesia' pada mesin cari Google.com. Maka hasil yang muncul paling atas adalah informasi Indonesia yang 'dikuasai' oleh The World Factbook milik CIA - Amerika Serikat. Sedangkan jika kita mencari menggunakan situs Yahoo.com, maka hasil teratas adalah http://portal.lin.go.id, yang jika di-klik akan muncul 'under construction'.
Bagaimana mau bertempur di era informasi, bahkan untuk mengelola identitas diri sendiri pada ranah informasi di Internet (baca: dotcom) saja kita masih kepayahan.

Belum lagi soal sengketa pengelolaan domain .ID, tak kunjung terbentuknya kepengurusan definitif Asosiasi Warnet Indonesia (AWARI), e-government yang plintat-plintut, rebutan pengelolaan Single Identity Number (SIN) antar institusi pemerintah, pelanggaran hak cipta piranti lunak di depan mata aparat penegak hukum, hingga berbagai kasus cybercrime di tanah air.

Bahkan kini beberapa komunitas TI, yang notabene adalah pendjoeang informasi, lebih suka mengumbar protes dan ejekan melalui Internet, serta bangga mengorek-ngorek kesalahan pihak lain dan memamerkannya, ketimbang langsung terjun bertindak memberikan solusi dan membantu memperbaiki keadaan. Memang, talk is cheap!

Merasa paling benar, memaksakan kehendak, ogah bernegosiasi, tak mempan dikritik, hipokrit serta oportunis, kata orang tak lebih seperti, maaf, cecunguk. Dan sayangnya, mungkin sudah terlalu banyak cecunguk di antara kita. Sudahlah, musuh kita terlalu besar untuk dihadapi dengan cara carut-marut seperti ini. Keanekaragaman adalah berkah, kebhinnekaan adalah indah.

Mungkin kita adalah bangsa yang pernah terjajah, tetapi pendahulu kita punya satu tujuan besar, sehingga melahirkan negara Indonesia yang berdaulat. Dan mungkin kini Indonesia kembali 'terjajah', secara ekonomi dan budaya, bertekuk lutut di bawah bidikan senjata informasi yang mengarah tepat di kepala sebagian besar masyarakat kita.

Kini kita, Anda dan saya tentunya, sebagai pedjoeang informasi, bidik dan tembaklah senjata ke arah musuh yang benar. Gunakan TI dan informasi di Internet (dotcom) untuk mempertahankan kedaulatan bangsa, negara, sumber daya dan aset kekayaan kita. Tak jadi soal, meskipun kita harus jungkir-balik berdotcom ala politik ataupun berpolitik ala dotcom. Kecuali kalau Anda memang lebih memilih menjadi cecunguk.


Sumber naskah asli: www.detikinet.com

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home