Dekonstruksi Teknologi Informasi

Sunday, October 02, 2005

Weekly Review: Antara Kualitas Informasi dan Harga Minyak Tanah...

Senin , 03/10/2005 11:15 WIB
Weekly Review
Antara Kualitas Informasi dan Harga Minyak Tanah...
Penulis: Donny B.U. - detikInet


(Weekly Review). Maka makin menjadi sekedar angan-angan sajalah ketika Indonesia berniat meningkatkan jumlah pengguna Internetnya. Kenaikan harga BBM yang rata-rata lebih dari 100% tersebut akan memukul langsung pengguna maupun pengusaha Internet. Internet memang masih baru bisa dinikmati oleh mereka yang berpenghasilan di atas rata-rata.

Ini lantaran biaya yang harus dikeluarkan untuk sejam browsing di warnet setara dengan harga minyak tanah seliter. Jadi jangan pernah berharap masyarakat yang berada pada lapis 'piramida kelas sosial' tengah ataupun bawah, akan bersedia menggelontorkan uangnya ke kas warnet.

Kenaikan harga BBM yang menjulang akan membuat orang berpikir berulang-kali ketika akan membelanjakan uangnya untuk keperluan non-primer. Bagi mereka dari lapis sosial terbawah, yang paling penting saat ini tentulah kecukupan sandang, pangan dan papan. Untuk hiburan, informasi dan transportasi, mereka dari kelas menengahlah yang baru mampu memenuhi kebutuhannya.


Boro-boro

Bagaimana dengan kebutuhan akses Internet? Berharap dari kelas sosial terbawah, bak menegakkan benang basah. Pun berharap kebutuhan akses Internet dapat ditumbuhkan dari masyarakat kelas menengah, walaupun bukannya tidak mungkin, tetapi akan sulit rasanya dengan kondisi saat ini.

Boro-boro mau membayar akses Internet atau warnet, dapur bisa ngebul (dengan harga minyak tanah yang mencapai Rp 3000-an per liter di pasaran) atau punya kelebihan ongkos angkot (yang tarifnya sudah naik lebih dari 50%) saja sudah untung. Akhirnya, lagi-lagi, Internet hanya dapat dinikmati secara lebih leluasa oleh mereka dari kelas sosial yang berkecukupan.

Masalahnya, masyarakat dengan kelas sosial tersebut, sesuai dengan posisinya pada pucuk piramida, jumlahnya sangatlah sedikit. Kok sulit rasanya kita meningkatkan jumlah pengguna Internet Indonesia secara signifikan, jika mayoritas masyarakat kita yang berada pada kelas sosial menengah dan bawah, tak dapat dilibatkan.


Warnet

Warnet, sebagai salah satu industri kecil, pun tak ayal akan terpukul pula dengan kenaikan harga BBM. Yang paling terasa tentunya adalah biaya operasional, semisal gaji pegawai. Gaji bersih pegawai warnet berkisar antara Rp 250 ribu hingga Rp 750 ribu per bulan, yang tentu untuk hitung-hitungan hari ini sudah tak memadai lagi. Pun kalau dipaksakan tetap bertahan pada rate tersebut, jangan harap warnet akan bisa mendapatkan pegawai dengan kualitas yang cukup baik.

Dan kualitas pegawai tersebut tentunya berbanding lurus dengan kualitas layanan yang diberikan. Warnet kini tak lebih dari sekedar bertahan hidup, tanpa mampu melakukan pengembangan ataupun diversifikasi usaha. Bahkan banyak pula warnet, yang masih mampu bertahan hingga saat ini, dipertahankan hanya demi sebuah idealisme pemiliknya, meskipun harus sampai memakan modal atau disusui oleh unit bisnis lainnya. Nasib warnet semakin diujung tanduk.


Pemerintah

Pemerintah, dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Riset dan Teknologi, adalah pihak yang paling getol berkampanye tentang pentingnya Indonesia memenuhi target-target World Sumit on the Information Society (WSIS). WSIS punya target, pada 2015 nanti separuh penduduk dunia harus memiliki akses ke informasi.

'Akses ke informasi' ini kerap diterjemahkan oleh pemerintah Indonesia sebagai 'terhubung ke Internet'. Sehingga dalam beberapa kesempatan, pemerintah seolah 'mempercayakan' peningkatan penetrasi Internet di Indonesia kepada swadaya masyarakat.

Walhasil, pemerintah, seperti kerap dikritik oleh beberapa praktisi telematika di Indonesia, seakan buta fakta dan realita. Bahkan pemerintah dianggap tidak punya program-program konkrit untuk meningkatkan pengguna Internet, selain hanya sebatas pada wacana dan konsep belaka.

Kini saatnya pemerintah tak lagi bicara yang manis-manis kepada dunia internasional tentang kondisi di Indonesia, meskipun faktanya terasa pahit dirasakan oleh masyarakat. Melakukan negosiasi dan lobi pada ajang WSIS memang perlu, tetapi menghasilkan program kerja yang nyata dan dapat dirasakan masyarakat, pengguna dan pengusaha Internet tentunya tak kalah pentingnya.


Kualitas

Kini dengan kenaikan harga BBM dengan efek dominonya, maka justru kita harus was-was dengan menurunnya kualitas penggunaan Internet di Indonesia. Mungkin secara kuantitas, artinya secara jumlah penggunanya, tetap bisa dipertahankan ataupun ditingkatkan setapak demi setapak. Tetapi kualitas informasi yang diperoleh, bisa jadi menjadi turun.

Sebab salah satu faktor yang memiliki kaitan erat dengan kualitas informasi tersebut adalah pada intensitas dan durasi penggunaan Internet. Masalahnya, intensitas dan durasi tersebut terkait dengan biaya. Biaya ber-Internet akan terpangkas sedemikian rupa, karena dialihkan untuk kebutuhan lain. Dan sekali lagi, Internet belumlah sebagai kebutuhan primer atau sekunder oleh mayoritas masyarakat kita.


1 Comments:

  • hi,
    menurut saya tulisan anda memang ada benarnya. harga yang meningkat tanpa adanya peningkatan pendapatan akan membuat masyarakat turun daya belinya. masyarakat (terutama ekonomi menengah ke bawah hingga ekonomi lemah) tentu akan lebih memfokuskan diri dalam memenuhi kebutuhan utamanya (sandang, pangan, papan). jangankan menggunakan internet, bayar sekolah aja nunggak. pemerintah memang memegang peran sentral, tapi kita jangan lupakan peran dari perusahaan2 telekomunikasi di Indonesia. kalo kita lihat dari segi harga, untuk berlangganan internet tidaklah murah. ini bisa kita lihat dari penawaran2 akses internet dari berbagai provider. idealnya adalah menggunakan akses unlimited, dibandingkan per menit atau volume based. dengan menggunakan akses unlimited, maka dapat diharapkan biaya per jam dan per menit yg lebih rendah. dengan akses unlimited, akses internet bisa digunakan secara rame2, misalkan 10 rumah satu koneksi. namun sayangnya akses unlimited pun ngga murah. akses komunikasi dan infrastruktur masih dimiliki oleh perusahaan2 besar dan juga BUMN, dan bagi swasta untuk membangun infrastruktur ini juga tidak murah. perusahaan2 yg memiliki infrastruktur inilah yg seharusnya berperan dalam mendorong tumbuhnya penggunaan internet di Indonesia. kalau bukan mereka ya siapa lagi. kesimpulan dari saya adalah, tanpa adanya akses internet yg lebih murah dari para provider dan perusahaan2 telekomunikasi, jangan harap penggunaan internet di Indonesia bisa memasyarakat. di luar negeri aja bisa, kenapa di sini ngga bisa.

    terima kasih,
    dan mohon maaf bila ada salah kata

    By Anonymous Anonymous, At 11:44 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home