Dekonstruksi Teknologi Informasi

Monday, August 29, 2005

Weekly Review: Dia Online, Lantas Aku Berpikir...

Senin , 29/08/2005 01:24 WIB
Weekly Review: Dia Online, Lantas Aku Berpikir...
Penulis: Donny B.U. - detikInet

Jogja, (Weekly Review). Cogito, ergo sum. Aku berpikir, maka aku ada. Demikian Rene Descartes, seorang filsuf kebangsaan Perancis yang hidup pada abad ke-17 dan juga seorang matematikawan handal (salah satu hasil pemikirannya adalah Sistem Koordinat Cartesian, diambil dari nama lain Descartes yaitu Cartesius).

Rupanya Descartes ingin mengajak kita berpikir dengan ujarannya yang cukup terkenal tersebut, bahwa eksistensi kita adalah pada kemampuan berpikir kita dalam 'mengadakan' atau menyadari keberadaan diri kita sendiri.

Rumit? Tidak juga. Kontemplasi dan introspeksi, adalah jalan menuju ke eksistensi diri ala Descartes. Tetapi celakanya, di masa sekarang ini ternyata kita sulit untuk bisa percaya dengan pikiran kita sendiri, termasuk urusan yang kelihatannya paling sederhana, yaitu eksistensi atas suatu hal.

Bahkan yang jelas-jelas dijamin ada dan eksis namun tanpa wujud pun seakan terpaksa diredifinisi ulang oleh pikiran kita. Contohnya, tayangan-tayangan semacam 'dunia lain' di televisi kita. Untuk menjadi 'ada' seolah-olah harus dengan wujudnya yang tertangkap oleh mata dan kamera, sehingga tak cukup lagi dengan sekedar 'ada' dalam pikiran kita.

Kita pun terjebak untuk semakin manja, seeing is believing, kata orang. Aku melihat, maka aku percaya. Termasuk aku mendengar, membaca, mengecap, mencium, meraba dan seterusnya. Aku percaya, tanpa aku (harus) berpikir!

S1mone

Ada sebuah film koleksi saya yang cukup menarik, yang berjudul 'S1mone'. Beberap aktor yang bermain di film keluaran 2002 tersebut cukup kawakan, sebutlah semisal Al Pacino dan Winona Ryder. Al Pacino, berperan sebagai produser film yang nyaris bangkrut, bernama Viktor Taransky. Keadaan semakin buruk ketika dia dipecat dari sebuah studio film tempatnya bekerja. Belum lagi ketika bintang film asuhannya hengkang dari dirinya.

Dalam keadaan yang sudah sedemikian buruknya, Viktor kemudian mengutak-atik komputer. Hasilnya, lahirlah sebuah bintang baru, perempuan yang jelita, bersuara merdu dan cerdas, bernama S1mone. S1mone, yang lebih dari sekedar perempuan virtual hasil olahan citra komputer, menjadi bintang dan idola baru dalam sekejap. Orang tak pernah tahu tentang keberadaan sesungguhnya bintang idola mereka tersebut. Eksistensi S1mone adalah nyata, karena orang melihatnya dia ada, di televisi.

Kontan saja nama Viktor sebagai produser yang melahirkan bintang tersebut kembali bersinar. Dan itu harus ditebus dengan segala daya-upayanya untuk menyembunyikan jati diri S1mone. Viktor menjadi stres luar biasa. Kala itu Viktor masih merasa dirinya mampu mengontrol keberadaan tokoh imajinatif rekaannya tersebut. Tetapi Eline, istrinya, mencoba menyadarkan bahwa keadaan sudah berbalik dan Viktorlah yang kini dikendalikan, oleh popularitas dan eksistensi S1mone.

"I made her!" ujar Viktor. "No Viktor, she made You!" tegas Eline.

Vivian

Ada satu kisah yang cukup menarik, ketika pasca kerusuhan Mei 1998 berseliweran sebuah e-mail dari 'Vivian'. Vivian mengaku seorang gadis keturunan Tionghoa yang menceritakan secara lengkap dan detil tentang kapan, dimana dan bagaimana dirinya diperlakukan secara kurang manusiawi saat kerusuhan berlangsung.

Salah satu majalah yang melakukan penelusuran atas keberadaan Vivian tersebut adalah majalah DR (Detektif Romantika, kini sudah tidak terbit). Dalam pelacakannya tersebut, bahkan hingga ke sebuah pusat krisis dan rehabilitasi pasien trauma di Singapura, DR tidak berhasil menemukan Vivian pengirim e-mail tersebut.

Saat itu tak ada yang bisa yakin benar, bahwa Vivian memang ada. Tetapi 'eksistensi' Vivian sedemikian luar biasanya, sehingga akhirnya menjadi sebuah agenda publik yang nyaris tak terbantahkan. Beberapa media massa nasional bahkan memberitakan kisah tersebut, mungkin tanpa sempat membuktikan keberadaan gadis tersebut.

Hingga akhirnya informasi tentang Vivian tersebut sampai ke dunia internasional dan dikabarkan menjadi salah salah satu alasan bagi sebuah lembaga hak azasi manusia internasional untuk melakukan kecaman yang cukup pedas kepada Indonesia.

Aku Berpikir Maka...

Ketika kita berbicara tentang computer-mediated communication, alias komunikasi yang termediasikan oleh teknologi komputer (dan Internet), maka batasan antara ada dan tiada menjadi sangat tipis. Contohnya saja, jika kita berbicara tentang fasilitas Internet Relay Chat (IRC) pada Internet.

Aku online, maka aku ada. Tetapi, 'aku' yang mana? Karena di dalam sebuah chatroom, eksistensi seseorang terletak pada nickname yang turut bergabung. Masalahnya, nickname boleh ada di dalam 'ruang maya', tetapi orangnya bisa saja entah dimana.

Ataupun satu orang pun bisa memiliki beberapa nickname sekaligus, dan bergabung di chatroom yang berbeda. Bahkan satu orang tersebut bisa saja merepresentasikan lebih dari satu nickname dengan jenis kelamin yang berbeda-beda. Toh lawan bicaranya tetap sulit untuk menyadari hal tersebut.

Akhirnya kemudian timbulah masalah, ketika eksistensi seseorang lebih dilihat dari representasi atas simbol-simbol tertentu. Dan jika akhirnya kemampuan berpikir kita untuk mengidentifikasi eksistensi seseorang menjadi tumpul, maka bagaimana mungkin kita akan dapat mengidentifikasi eksistensi diri sendiri?

Aku online, maka aku ada. Aku berkirim e-mail, membuat blog, chatting, maka aku ada. Lantas aku berpikir, 'aku' yang mana?
Dia online, maka dia ada. Dia berkirim e-mail, membuat blog, chatting, maka dia ada. Lantas aku berpikir, 'dia' tak ada?


Sumber naskah asli: www.detikinet.com

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home